Selasa, 16 Januari 2018

KRITIK ARSITEKTUR


Oleh : Naufal Hariz Imaduddin/4TB05/27314854

           Kritik Arsitektur merupakan salah satu mata kuliah yang dipelajari di bangku jurusan teknik arsitektur Universitas Gunadarma. Mata kuliah ini sangat penting, karena dapat melatih kepekaan seorang arsitek dengan keadaan lingkungan sekitarnya, terkhusus dalam dunia arsitektural. Saking pentingnya, salah satu biro arsitek yang di kelola oleh arsitek terkenal, Andi Rahman, mengharuskan setiap orang yang ingin bekerja pada biro konsultan beliau untuk mengkritisi sebuah bangunan secara spontan.

       Banyak sekali Arsitek-arsitek pemula yang lebih mengutamakan mengasah kemampuan software, namun jarang kita temukan sebagian dari mereka yang mengutamakan ketajaman pola pikir dan kepekaan mereka terhadap isu yang berkembang dari dunia arsitektural. Menurut Kafi Pangestu, salah satu alumni Arsitektur Universitas Gunadarma, Kritik Arsitektur merupakan mata kuliah penting yang dipinggirkan. Bagaimana tidak? Mata kuliah ini hanya memiliki pertemuan sebulan sekali.

           Untuk itu penulis disini mencoba mengkritisi bangunan yang ada di sekitar terlebih dahulu sebagai permulaan pembelajaran kritik arsitektur.


  Kampus F5 adalah salah satu kampus dari Universitas Gunadarma Depok yang berlokasi di Jalan Kapuk, Margonda. Sebagaimana mestinya bangunan pendidikan, kampus ini menyediakan sarana dan prasarana yang menunjang setiap kegiatan pembelajaran di bangku perkuliahan. Namun jika kita perhatikan, ada beberapa hal yang perlu dikritisi mengenai kampus F5 dari sudut pandang arsitektural. Beberapa hal tersebut adalah :

1.       Wajah Kampus F5



Sebuah bangunan yang baik, akan tercermin identitasnya dan peruntukan bangunan tersebut dari perwajahannya. Fasad, merupakan hal penting karena fasad menampilkan kesan pertama yang akan dilihat oleh manusia sekitar dan menjadi tolak ukur penilaian pertama dari seorang Arsitek. Kampus F5 berlokasi yang memiliki kontur yang cukup landai sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penampilannya yang khas.

Sayangnya kita masih belum bisa menemukan ciri khas yang mencerminkan kampus F5 sebagai lokasi pendidikan tinggi. Belum adanya plang bertuliskan “Universitas Gunadarma” cukup membuat orang yang pertama kali datang bingung. Fasad dari kampus ini pun didominasi hanya dengan dinding ekspos. Namun, dengan adanya batuan ekspos sebagai fasad bagian bawah cukup memberikan estetika yang baik sebagai permulaan kesan alami yang diberikan secara visual.

                Fasad dari area dalam kampus pun demikian. Minimalis dan simpel kesan yang pertama kali penulis rasakan. Terlihat dari fasad yang didominasi dengan dinding ekspos dan railing di setiap lantainya.

                Namun untuk pemilihan warna yang diaplikasikan pada bangunan ini menurut penulis cukup baik. Warna soft cukup nyaman dipandang dan tidak menimbulkan kesan mencolok pada bangunan yang berdiri di tengah perkampungan Depok. Sehingga bangunan ini cukup beradaptasi dengan konteks yang ada di sekitarnya.

2.       Area Parkir

                Ketika memasuki kampus, bagi pengguna yang membawa kendaraan akan langsung berhadapan dengan ramp yang cukup landai. Kendaraan langsung melakukan manuver ke kiri 90 derajat untuk menuju ke area parkir. Hal ini tidak menjadi masalah ketika motor yang melaluinya. Namun cukup menjadi masalah bagi mobil. Selain karena sempitnya jalan, fillet yang diberikan cukup sempit. Untuk itu, problem solving yang diberikan pihak kampus adalah dengan menjadikan area parkir dalam sebagai area parkir motor, sedangkan mobil diberikan lahan parkir di pinggir kampus bagian luar.


                Hal ini dirasa sudah menyelesaikan permasalahan, namun penyelesaian ini justru menunjukkan kekurangan perhatian arsitek terhadap kebutuhan bangunan pendidikan tinggi yang notabenenya membutuhkan lahan parkir yang luas.


Bahkan setelah adanya pembedaan pada area parkir, parkiran motor pun masih kurang karena banyaknya motor yang digunakan oleh pengguna kampus. Tidak adanya perbedaan baik berupa garis batas ataupun material antara area parkir dengan jalan eksisting parkir membuat area parkir menjadi tidak beraturan. Selagi masih bisa ditampung maka kendaraan motor akan tertampung sedemikian rupa walaupun tidak beraturan.

3.       Mushola

                Adanya mushola merupakan alternatif fasilitas peribadatan umat Islam pada suatu bangunan jika dirasa masjid sekitar berada pada jarak radius yang cukup jauh. Nyatanya masjid sekitar kampus masih sangat dekat, kurang lebih berjarak sekitar 20 meter dari kampus. Namun mushola masih menjadi alternatif bagi petugas keamanan melaksanakan ibadah agar tidak pergi terlalu jauh dari area tugasnya.

                Namun beberapa hal yang perlu dikritisi dari fasilitas mushola kampus ini. Tempat mushola ini terkesan ditempatkan pada area sisa dari kampus. Bagaimana tidak, mushola berada di area lobby parkiran motor. Suara bising motor, asap rokok, dan berisiknya obrolan mahasiswa di area parkir dan lobby sangat mengganggu kekhusyukan sholat. Padahal notabenenya kita melaksanakan peribadahan agar dapat merasa tenang ketika kita berada dalam proses ibadah.






                Sebelum memulai sholat, seorang Muslim diharuskan untuk bersuci agar terhindar dari najis. Tempat wudhu merupakan bagian yang sangat perlu diperhatikan ketika mendesain area ibadah umat muslim. Nyatanya, tempat wudhu dari mushola “sisaan” ini berada di seberang mushola, yaitu ketika seseorang mau berwudhu dia harus mengambil air wudhu dengan melewati area pakir motor meggunakan sendal yang disediakan. Area wudhu pun turun menjorok ke arah sungai dan hanya menggunakan material pijak berupa perkerasan semen.

                Axis kiblat semakin menunjukkan tidak perhatiannya arsitek terhadap fasilitas mushola kampus. Axis kampus menmbuat kiblat menjadi miring ke kiri. Mudah saja hanya dengan memutar sajadah, namun apa bedanya dengan bangunan non arsitek jika penyelesaiannya hanya stop sampai disitu?

desain interior pada mushola juga menunjukkan tidak didesainnya mushola seperti ruangan-ruangan lainnya. Jika perhatian terhadap area intimasi terhadap Tuhannya saja tidak diperhatikan, maka bagaimana hubungan arsitek dengan Tuhannya?

4.       Lobby penerimaan area parkir

Lobby ini memiliki ketinggian yang cukup baik, sehingga ruangan terkesan luas. Desain tangga dengan letter L menambah keapikkan pada ruangan.


Ruangan seluas kurang lebih 4 x 5 meter tersebut sayangnya tidak termanfaatkan dengan baik. Ruang ini lebih sering kosong. Entah program ruang apa yang direncanakan oleh si arsitek untuk ruang ini.

5.       Railing
Kita sempat menyinggung railing pada pembahasan fasad, karena railing cukup mendominasi sebagai perwajahan kampus F5. Dari lobby penerima kita naik keatas, tidak ada masalah dengan railing yang ada di tangga. Ketika memasuki lantai pertama, pertanyaan muncul. Mengapa railingnya begitu tinggi?


   
Railing biasanya didesain dengan tinggi 0.8 – 1.1 meter, namun pada kampus F5 railing di desain dengan tinggi kurang lebih 1,65 meter, sehingga cukup mengganggu view. Namun walau begitu, railing terkesan kokoh dengan menggunakan hollow dan tidak terkesan berat dengan adanya celah-celah. Railing mampu membuat shading effect yang indah ketika paparan cahaya matahari menerpanya.


6.       Toilet

Bangunan dengan 6 lantai seperti F5, yang memiliki hiruk pikuk suasana kampus, yang memiliki pengguna atau civitas yang sangat banyak, ternyata hanya memiliki 2 toilet saja yang hanya bisa kita temukan di lantai 2. Itu pun 1 toilet dikhususkan untuk dosen dan para petinggi kampus. Maka hanya tersisa satu toilet yang bebas gender apa saja yang menggunakannya.




Menurut saya ini adalah problem yang sangat krusial. Bagaimana tidak, toilet yang merupakan kebutuhan setiap orang justru wadahnya tidak mendukung. Gender wanita memiliki privasi yang tinggi untuk urusan ini, namun toilet yang ada tidak menyediakan kebutuhannya. Baik pria maupun wanita menunggu antrian toilet di tempat yang sama.
Bahkan dalam segi utilitas, air yang digunakan sebagai pembersih kotoran pun tidak tersedia dengan baik. Air yang keluar cenderung keruh dan tombol kloset untuk menyiram kloset pun tidak bekerja dengan baik.


7.       Sirkulasi Vertikal

Kampus F5 merupakan bangunan tinggi dengan 6 lantai. Pengguna kampus tidaklah semua memiliki tubuh yang fit dan bugar sebagaimana mahasiswa pada umumnya yang mayoritas masih muda. Beberapa terdapat dosen yang sudah tua dan beberapa pengguna yang sulit melakukan aktifitas berjalan dengan mudah.





Dengan tingginya bangunan dan kebutuhan pengguna terhadap sirkulasi vertikal, seharusnya kampus ini sudah dapat menyediakan lift minimal bagi yang membutuhkan.








                Diatas merupakan kritik yang penulis lakukan, semata-mata bukan untuk menjatuhkan arsitek itu sendiri, melainkan hanya sebagai pembelajaran. Tulisan diatas sangat banyak kekurangan menunjukkan tidaklah penulis lebih baik dari arsitek desainernya. Jika ada salah kata mohon dimaafkan, kritik dan saran sangat diterima oleh penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar